Sabtu, 12 November 2022

Contoh Cerpen Singkat & Menarik Beserta Strukturnya | Bahasa Indonesia Kelas 9

 Suka baca cerpen? Yuk, lihat beberapa contoh cerpen singkat dan menarik, beserta pengertian dan strukturnya berikut ini!


--


Sejak kecil, kamu pernah membaca cerita-cerita pendek mengenai putri dan pangeran, nggak? Semua cerita itu sangat seru dan membekas di ingatan sebagian besar orang hingga sekarang. Yap, cerita pendek atau cerpen memang seperti memiliki kekuatan sihir yang membuat kita sulit lupa.


Tapi, tahukah kamu apa itu cerpen? Lalu, cerita seperti apa yang dapat kita katakan sebagai cerpen? Nah, supaya nggak bingung, simak pengertian, struktur, beserta contoh cerpen singkat dan menarik berikut ini!


 


Pengertian Cerpen

Cerpen atau cerita pendek adalah cerita yang menurut wujud fisiknya berbentuk pendek. Selain itu, cerpen juga hanya memuat satu alur cerita. Ukuran panjang pendeknya suatu cerita memang relatif. Namun, umumnya cerpen merupakan cerita yang habis dibaca sekitar 10 hingga 30 menit. Jumlah katanya sekitar 500–10.000 kata. Maka dari itu, cerpen sering juga disebut sebagai “cerita yang dapat dibaca dalam sekali duduk”.


Biasanya, cerpen mengangkat persoalan kehidupan manusia secara khusus. Tema cerpen berasal dari persoalan keseharian hingga ke renungan yang dipotret dari kehidupan nyata. Namun, tokoh dan latar bisa direkayasa demi kepentingan keindahan cerita sekaligus membedakannya dari teks pengalaman nyata.


Ciri cerpen juga ditandai dengan jumlah karakter yang relatif kecil. Nah, unsur yang ada pada cerpen adalah tema, tokoh dan penokohan, latar, alur dan plot, sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa. Cerpen juga memiliki memiliki struktur dalam penulisannya.  


Dalam artikel ini, kita akan fokus membahas tentang struktur yang dimiliki oleh cerpen. Apa aja sih struktur cerpen? Perhatikan di bawah ini ya.


 


Struktur Cerpen

Struktur cerpen terdiri dari orientasi, rangkaian peristiwa, komplikasi, dan resolusi. Nah, untuk penjelasan lebih lengkapnya, ada di bawah ini!


1. Orientasi

Di bagian ini, kamu akan menemukan pengenalan para tokoh, menata adegan, dan hubungan antartokoh.


2. Rangkaian Peristiwa

Kisah akan berlanjut melalui serangkaian peristiwa satu ke peristiwa lainnya yang tidak terduga.


3. Komplikasi

Kemudian, cerita akan bergerak menuju konflik atau puncak masalah, pertentangan, atau kesulitan-kesulitan bagi para tokohnya yang memengaruhi latar waktu dan karakter


4. Resolusi

Bagian ini akan menceritakan solusi untuk masalah atau tantangan yang dicapai telah berhasil. Pada bagian ini, kamu juga akan mengetahui bagaimana cara pengarang mengakhiri cerita.


Oke, setelah kita mengulas kembali mengenai pengertian dan struktur cerpen, berikut ini ada beberapa contoh cerpen. Kita baca sama-sama, yuk!


 


Contoh Cerpen

 


Cerpen berjudul Wanita Berwajah Penyok

Wanita Berwajah Penyok


Oleh: Ratih Kumala


Orientasi:


Seperti apakah rasanya hidup menjadi orang yang tak dimaui? Tanyakan pertanyaan ini padanya. Jika dia bisa berkata-kata, maka yakinlah dia akan melancarkan jawabnya. Konon dia lahir tanpa diminta. Korban gagal gugur kandungan dari seorang perempuan. Hasil sebuah hubungan gelap yang dilaknat warga dan Tuhan. 


Perempuan yang saat ini disebut "ibunya" bukanlah ibu yang sebenarnya. Dia hanya inang yang berkasihan lalu bergantian menyusui lapar mulut dua orang bayi; bayi berwajah penyok yang dibuang orang di pinggir kampung. 


Rangkaian Peristiwa:


Suatu hari yang biasa; siang terang dan wanita berwajah penyok tengah keliling kampung sendiri saat anak-anak kecil sepulang sekolah itu mulai mengekori dan menyambut punggungnya di belakang. 


Maka, wanita berwajah penyok mengambil sebongkah batu. Tangannya yang dekil melemparkan batu itu ke arah anak-anak. Seorang anak bengal berkepala peyang terkena timpukannya. Membuat jidatnya terluka. Darah segar mengucur dari situ, mengubah seragam putihnya menjadi merah. Dia pulang ke rumah mengadu kepada ibunya, sementara anak-anak lain menjadi takut dan bubar satu-satu. 


Dengan terpaksa, keluarga wanita berwajah penyok akhirnya memutuskan untuk memasung dirinya pada sebuah ruangan kecil yang tak bisa disebut manusiawi dekat tanah pekuburan. Sejak itu wanita berwajah penyok tinggal di dalamnya. Bulan berganti tahun, tanpa tahu itu malam atau siang. 


Seperti apakah rasanya hidup dalam sepi? Tanyakan pertanyaan ini kepadanya. Maka, yakinlah jika dia bisa berkata-kata, dia akan melancarkan jawabannya. Tak ada yang benar benar tahu apa yang dia kerjakan di dalam sana walau kadang terdengar suaranya berteriak untuk berontak. Ini hanya menambah ngeri tanah pekuburan.  


Orang-orang mengira itu suara kuntilanak jejadian penghuni kuburan. Tak pernah ada orang yang benar-benar mendekat. Wanita berwajah penyok telah lupa bahasa tanpa ia pernah benar-benar menguasainya.  


Andaikata suatu saat dia bisa terbebas dari pasungnya, orang akan bertanya bagaimana ia bisa bertahan hidup? Sebab ia telah menjadi sendiri. 


Pada malam yang biasanya kelam nan pekat, kini wanita berwajah penyok bisa mendapat segaris cahaya dari celah lubang tadi. Kepalanya didongakkan ke atas, dia bisa melihat rembulan. Bertahun dia tidak melihat rembulan hingga ia lupa bahwa yang dilihatnya adalah rembulan. 


Untuk pertama kalinya dalam periode tahunan pasungnya, ia merasa bahwa dirinya punya teman. Dia mulai berkenalan. Dengan bahasa yang hanya ia mengerti, ia bercakap-cakap dengan bulan. Dia selalu menunggu teman barunya untuk berkunjung dan bercakap-cakap dengannya setiap malam. 


Namun, semakin hari bentuk wajah rembulan semakin sempit dan cekung. Mengecil dan terus mengecil hingga hanya menjadi sabit. Air muka rembulan juga semakin pasi. 


Semakin hari sabit rembulan jadi kembali membulat walaupun wajahnya masih pasi. Saat bulan bulat penuh, wanita berwajah penyok girang sekali sebab ini berarti dirinya berhasil menghibur teman baiknya. Tapi suatu hari rembulan kembali menyabit dan seperti yang sudah-sudah, wanita berwajah penyok tak pernah bosan menghiburnya dengan bahasanya sendiri hingga rembulan bulat penuh. Terus seperti itu. 


Komplikasi:


Hingga suatu malam, sehari setelah bulan benar-benar sabit, rembulan tidak datang mengunjunginya. Ia sedih sekali dan mengira rembulan tak mau menemuinya. Malam itu hujan turun deras. Wanita berwajah penyok berpikir bahwa rembulan sedang menangis. Maka dia ikut menangis pula, kesedihan mendalam sahabatnya, dan sekali lagi, dengan bahasa yang hanya bisa dia mengerti, dirinya berusaha membujuk bulan dan menghiburnya. 


Dia tak pernah bosan. Tetapi, langit tetap hujan, rembulan terus menangis. Tetesan air masuk dari celah atap ruang pasung yang menjadi bocor. Menimpa kepala wanita berwajah penyok dan membuat dirinya kebasahan. 


Lelah, wanita berwajah penyok tertidur. Ia menggigil hebat tanpa ada orang yang tahu keadaannya. Paginya ia terbangun oleh segaris sinar yang masuk dari celah atap. Sinar kecil itu jatuh ke kubangan air yang menggenang. Dirasakannya tubuhnya demam. Tetapi, begitu dia terbangun yang diingatnya hanyalah rembulan. 


Resolusi:


Siang telah menjelang, ini berarti rembulan telah pulang ke rumahnya setelah semalam bersembunyi di balik awan sambil menangis. Ia menyesal tak bisa melihat wajah rembulan malam tadi. 


Didekatinya genangan air tadi. Genangan yang tak jernih. Ia berwarna coklat karena bercampur debu. Sebuah bayangan ada di sana. la tersenyum dan menemukan wajah rembulan di sana. Lalu dia tertidur tanpa merasa perlu bangun lagi sebab bersama sahabat di dekatnya.


 


Cerpen berjudul Ketika Laut Marah

Ketika Laut Marah


Oleh: Widya Suwarna


Orientasi:


Sudah empat hari nelayan-nelayan tak bisa turun ke laut. Pada malam hari, hujan lebat turun. Gemuruh gelombang, tiupan angin kencang di kegelapan malam seolah-olah memberi tanda bahwa alam sedang murka, laut sedang marah. Bahkan, bintang-bintang pun seolah tak berani menampakkan diri.


Nelayan-nelayan miskin yang menggantungkan rezekinya pada laut setiap hari bersusah hati. Ibu-ibu nelayan terpaksa merelakan menjual emas simpanannya yang hanya satu dua gram untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Mereka yang tak punya benda berharga terpaksa meminjam pada lintah darat.


Rangkaian Peristiwa:

Namun, selama hari-hari sulit itu, ada pesta di rumah Pak Yus. Tak ada yang menikah, tak ada yang ulang tahun, dan Pak Yus juga bukan orang kaya. Pak Yus hanyalah nelayan biasa, seperti para tetangganya.


Pada hari-hari sulit itu, Pak Yus menyuruh istrinya memasak nasi dan beberapa macam lauk-pauk banyak-banyak. Lalu, ia mengundang anak-anak tetangga yang berkekurangan untuk makan di rumahnya. Dengan demikian rengek tangis anak yang lapar tak terdengar lagi, diganti dengan perut kenyang dan wajah berseri-seri. 


Komplikasi:


Kini tibalah hari kelima. Pagi-pagi Ibu Yus memberi laporan, "Pak, uang kita tinggal 20.000. Kalau hari ini kita menyediakan makanan lagi untuk anak-anak tetangga, besok kita sudah tak punya uang. Belum tentu nanti sore Bapak bisa melaut!"


Pak Yus terdiam sejenak. Sosok tubuhnya yang hitam kukuh melangkah ke luar rumah, memandang ke arah pantai dan memandang ke langit. Nun jauh di sana segumpal awan hitam menjanjikan cuaca buruk nanti petang.


Kemudian, ia masuk ke rumah dan berkata mantap, "Ibu pergi saja ke pasar dan berbelanja. Seperti kemarin, ajak anak-anak tetangga makan. Urusan besok jangan dirisaukan."


Ibu Yus pergi ke dapur dan mengambil keranjang pasar. Seperti biasa, ia patuh pada perintah suaminya. Selama ini Pak Yus sanggup mengatasi kesulitan apa pun. Sementara itu Pak Yus masuk ke kamar dan berdoa. la mohon agar Tuhan memberikan cuaca yang baik nanti petang dan malam. Dengan demikian para nelayan bisa pergi ke laut menangkap ikan dan besok ada cukup makanan untuk seisi desa.


Siang harinya, anak-anak makan di rumah Pak Yus. Mereka bergembira. Setelah selesai, mereka menyalami Pak dan Bu Yus lalu mengucapkan terima kasih.


"Pak Yus, apakah besok kami boleh makan di sini lagi?" seorang gadis kecil yang menggendong adiknya bertanya. Matanya yang besar hitam memandang penuh harap.


Ibu Yus tersenyum sedih. la tak tahu harus menjawab apa. Tapi dengan mantap, dengan suaranya yang besar dan berat Pak Yus berkata, "Tidak Titi, besok kamu makan di rumahmu dan semua anak ini akan makan enak di rumahnya masing-masing."


Titi dan adiknya tersenyum. Mereka percaya pada perkataan Pak Yus. Pak Yus nelayan berpengalaman. Mungkin ia tahu bahwa nanti malam cuaca akan cerah dan para nelayan akan panen ikan.


Resolusi:


Kira-kira jam empat petang Pak Yus ke luar rumah dan memandang ke pantai. Laut tenang, angin bertiup sepoi-sepoi dan daun pohon kelapa gemerisik ringan. Segumpal awan hitam yang menjanjikan cuaca buruk sirna entah ke mana. la pergi tanpa pamit.


Malam itu, Pak Yus dan para tetangganya pergi melaut. Perahu meluncur tenang. Para nelayan berhasil menangkap banyak ikan. Ketika fajar merekah perahu-perahu mereka menuju pantai dan disambut oleh para anggota keluarga dengan gembira.


Pak Yus teringat pada anak-anak tetangga. Tuhan telah menjawab doanya. Semua nelayan itu mendapat rezeki. Hari itu tak ada pesta di rumah Pak Yus. Semua anak makan di rumah ibunya masing-masing. Sekali lagi di atas perahunya, Pak Yus memanjatkan doa syukur.


unsur intrinsik cerpen


Baca juga: Mempelajari Unsur-Unsur Intrinsik Cerita Pendek


 


Cerpen berjudul Kado Istimewa

Kado Istimewa


Oleh: Jujur Prananto


Orientasi:


Bu Kustiyah bertekad bulat menghadiri resepsi pernikahan putra Pak Hargi. Tidak bisa tidak. Apapun hambatannya. Berapapun biayanya. Ini sudah menjadi niatnya sejak lama. Bahwa suatu saat nanti, kalau Pak Gi mantu ataupun ngunduh mantu, ia akan datang untuk mengucapkan selamat. Menyatakan kegembiraan. Menunjukan bahwa ia tetap menghormati Pak Gi, biarpun zaman sudah berubah.


Bu Kus sering bercerita kepada para tetangganya bahwa pak Hargi adalah atasannya yang sangat ia hormati. Ia juga mengatakan bahwa Pak Gi adalah seorang pejuang sejati. Termasuk diantara yang berjuang mendirikan negeri ini. Walaupun Bu Kus Cuma bekerja di dapur umum, tetapi ia merasa bahagia dan berbangga bisa ikut berjuang bersama Pak Gi.


Rangkaian Peristiwa:


Akan tetapi, begitulah menurut Bu Kus setelah ibu kota kembali ke Jakarta, keadaan banyak berubah. Pak Hargi ditugaskan di pusat dan Bu Kus hanya sesekali saja mendengar kabar tentang beliau. Waktu terus berlalu tanpa ada komunikasi. Kekacauan menjelang dan sesudah Gestapu serasa makin merenggangkan jarak Kalasan-Jakarta.


Lalu, tumbangnya rezim orde lama dan bangkitnya orde baru mengukuhkan peran Pak Gi di lingkungan pemerintahan pusat. Dan ini berarti makin tertutupnya komunikasi langsung antara Bu Kus dengan Pak Gi. Sebab dalam istilah Bu Kus “kesamaan cita-cita merupakan pengikat hubungan yang tak terputuskan”.


“Soal cita-cita ini dulu kami sering mengobrolkannya bersama para gerilyawan lain,” demikian kenang Bu Kus. “Dan pada kesempatan seperti itu, pada saat orang-orang lain memimpikan betapa indahnya kalau kemenangan berhasil dicapai, Pak Gi sering menekankan bahwa yang tak kalah penting dari perjuangan menentang kembalinya Belanda adalah berjuang melawan kemiskinan dan kebodohan”.


Tapi bagaimanapun, meski Bu Kus tetap merasa dekat dengan Pak Gi, ternyata setelah tiga puluh tahun lebih tak berjumpa, timbul jugalah kerinduan untuk bernostalgia dan bertatap muka secara langsung dengan beliau. Itulah sebabnya, ketika ia mendengar kabar bahwa Pak Gi akan menikahkan anaknya, Bu Kus merasa inilah kesempatan yang sangat tepat untuk berjumpa.


Lewat tengah hari, selesai makan siang, Bu Kus sudah tak betah lagi tinggal di rumah. Tas kulit yang berisi pakaian yang siap sejak kemarin diambilnya. Juga sebuah tas plastik besar berisi segala macam oleh-oleh untuk para cucu di Jakarta. Setelah merasa beres dengan tetek bengek ini, Bu Kus pun menyuruh pembantu perempuannya memanggilkan dokar untuk membawanya ke stasiun kereta.


Belum ada pukul tiga, Bu Kus sudah duduk di atas peron stasiun. Padahal kereta ekonomi jurusan Jakarta baru berangkat pukul enam sore nanti. Ketergesa-gesaannya meninggalkan rumah akhirnya malah membuatnya bertambah gelisah. Rasanya ingin secepatnya ia sampai di Jakarta dan bersalam-salaman dengan Pak Gi. 


Berbincang-bincang tentang masa lalu tentang kenangan-kenangan manis di dapur umum. Tentang nasi yang terpaksa dihidangkan setengah matang, tentang kurir Natimin yang pintar menyamar, tentang Nyai Kemuning penghuni tangsi pengisi mimpi-mimpi para bujangan. Ah, begitu banyaknya cerita-cerita lucu yang rasanya takan terlupakan walaupun terlibas oleh berputarnya roda zaman.


Peluit kereta api mengagetkan Bu Kus. Ia langsung berdiri dan tergopoh-gopoh naik ke atas gerbong.


“Nanti saja, Bu! Baru mau dilangsir!” ujar seorang petugas.


Tapi, Bu Kus sudah terlanjur berdiri di bordes. “pokoknya saya bisa sampai Jakarta!” kata Bu Kus dengan ketus.


“Nomor tempat duduknya belum diatur, Bu!” ujar petugas itu.


“Pokoknya saya punya karcis!” jawab Bu Kus.


Komplikasi:


Dan memang setelah melalui kegelisahan yang teramat panjang, akhirnya Bu Kus sampai juga di Jakarta. Wawuk, anak perempuannya, kaget setengah mati melihat pagi-pagi melihat ibunya muncul di muka rumahnya setelah turun dari taksi sendirian. 


“Ibu ini nekat! Kenapa tidak kasih kabar dulu? Tanya Wawuk.


“Di telegram, kan, saya bilang mau datang,” jawab Bu Kus.


“Tapi, tanggal pastinya ibu tidak menyebut,” Wawuk berkata dengan lembut.


“Yang penting saya sudah sampai sini!,” ujar Bu Kus.


“Bukan begitu, Bu. Kalau kita tahu persis, kan, bisa jemput ibu di stasiun”.


“Saya tidak mau merepotkan. Lagi pula saya sudah keburu takut bakal ketinggalan resepsi mantunya Pak Gi. Salahmu juga, tanggal persisnya tidak kamu sebut disurat.”


“Ya, Tuhan! Ibu mau datang ke resepsi itu??”


“Kamu sendiri yang bercerita Pak Gi mau mantu.”


“Kenapa ibu tidak mengatakannya di surat?”


“Apa-apa, kok, mesti laporan.”


“Bukan begitu, Bu.” Wawuk sendiri ragu melanjutkan ucapannya. “ibu kan... tidak di undang?”


“Lho, kalo tidak pakai undangan, apa, ya, lalu ditolak?”


“Ya, tidak, tapi siapa tahu nanti ada pembagian tempat, mana yang VIP mana yang biasa.”


“Ah, kayak nonton wayang orang saja, pakai VIP-VIP-an segala.”


“Tapi yang jelas, saya sendiri juga tidak tahu resepsinya itu persisnya diadakan di mana, hari apa, jam berapa. Saya tahu rencana perkawinan itu cuma dengar omongan kiri kanan.”


“Suamimu itu, kan, sekantor dengan Pak Gi. Masa tidak diundang?”


“Bukan satu kantor, Bu. Satu departemen. Lagi pula, Mas Totok itu karyawan biasa, jauh di bawah Pak Gi. Itu pun bukan bawahan langsung. Jadi, ya, enggak bakal tahu-menahu soal beginian. Apalagi kecipratan undangan.”


“Kan bisa tanya?”



0 komentar:

Posting Komentar